Senyum menghiasi wajah Suharto saat berhasil menjual 350 kg katuk kering pada awal Mei 2025. Petani asal Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, itu memperoleh omzet sebesar Rp6,3 juta dari penjualan tersebut, dengan harga jual Rp18.000 per kilogram.
“Dengan harga itu sangat menguntungkan karena laba bisa mencapai Rp11.000 per kg,” kata Suharto, yang akrab disapa Agung Jaya di kalangan petani. Artinya, ia mengantongi laba bersih sekitar Rp3,85 juta.
Agung memanen tanaman katuknya dua kali dalam sebulan, sehingga total keuntungan dari penjualan katuk kering bisa mencapai Rp7,7 juta per bulan. Pendapatan itu lebih dari tiga kali lipat Upah Minimum Kabupaten (UMK) Tulungagung yang sebesar Rp2,47 juta.
Menariknya, ada pembeli yang sempat menawar dengan harga lebih tinggi dari Rp18.000 per kg, namun Agung memilih pembeli yang memberikan kontrak tetap selama lima tahun. “Saya butuh yang pasti walaupun harga lebih murah. Lebih nyaman yang langsung kontrak,” ujar Agung.
Ia bermitra dengan PT Sari Katuk Indonesia (SKI), perusahaan di Subang, Jawa Barat, yang bergerak di sektor farmasi, pakan, dan pangan. Perusahaan tersebut meminta pasokan hingga lima ton katuk kering per bulan. Namun, saat ini Agung dan mitranya baru mampu mengirimkan 100—500 kg per bulan. “Kontrak lima tahun, berapa pun bisa kirim, minimal 100 kg katuk kering,” katanya.
Untuk memenuhi target lima ton per bulan pada 2026, Agung terus mengajak petani di sekitar Tulungagung dan kabupaten lain untuk menanam katuk. Para petani mitra Agung kini tersebar di berbagai daerah seperti Nganjuk, Jember, Pamekasan, Trenggalek, dan Kediri. Mereka memulai dari lahan kecil, kemudian berkembang. Salah satu mitranya di Jember bahkan telah memiliki kebun seluas 1 hektare.
Saat ini Agung mengelola kebun katuk pribadi seluas 2.500 meter persegi dengan 50.000 tanaman. Luasan kebun itu belum bertambah sejak awal menanam, namun kapasitas produksi terus tumbuh lewat kerja sama kemitraan.
Agung menjelaskan, tanaman katuk sangat adaptif karena bisa ditanam di lahan dengan elevasi 0—1.300 meter di atas permukaan laut dan berbagai jenis tanah. Katuk juga bisa dibudidayakan di lahan terbuka maupun sebagai tanaman sela, asalkan mendapat paparan sinar matahari minimal 35%.
Pada awal menanam, Agung mendapat bibit dari Subang, namun kini ia dan timnya telah mengembangkan bibit sendiri. Dengan pendekatan agribisnis yang terencana dan kemitraan yang terus berkembang, Agung optimistis dapat memenuhi permintaan pasar industri terhadap katuk kering dalam waktu dekat.
The post Raup Cuan dari Katuk appeared first on Trubus.
Senyum menghiasi wajah Suharto saat berhasil menjual 350 kg katuk kering pada awal Mei 2025. Petani asal Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, itu memperoleh omzet sebesar Rp6,3 juta dari penjualan tersebut, dengan harga jual Rp18.000 per kilogram. “Dengan harga itu sangat menguntungkan karena laba bisa mencapai Rp11.000 per kg,” kata Suharto, yang akrab disapa Agung Jaya
The post Raup Cuan dari Katuk appeared first on Trubus. Berita, budidaya katuk, katuk, katuk kering Trubus