Indonesia masih mengimpor 95% kebutuhan anggur dengan nilai devisa tembus Rp7 triliun per tahun. Namun, peluang besar mulai ditangkap oleh para pekebun lokal. Salah satunya Pajar Hambali di Garut, yang mengelola kebun agrowisata Garut Grape Garden. Dengan lahan 1.200 m² berisi 150 tanaman produktif, Pajar mampu memanen 200 kg anggur per siklus. Harga jual Rp100.000–Rp150.000/kg membuat omzetnya tembus Rp20 juta per bulan. Tak berhenti di situ, ia juga menjual ratusan bibit dan membina lebih dari 100 kebun anggur di berbagai daerah.
Dari Palu, Saifudin alias Said sukses mengembangkan kebun berisi 300 tanaman. Sekali panen bisa mencapai 700 kg anggur dengan harga Rp85.000/kg. Bersama kelompok tani “Duyu Bangkit”, ia rutin panen bergilir dan omzet kelompok bisa menembus Rp85 juta per bulan.
Di Bandung Barat, Muhammad Daffa Bagaskara panen hingga 3,5 ton dari 350 tanaman. Hasilnya selalu habis terjual langsung di kebun, dengan harga Rp150.000/kg. Anggur menjadi daya tarik wisata sekaligus sarana edukasi.
Tak kalah menarik, Bagus Setiawan di Tangerang Selatan mengubah kebun seluas hampir 1 ha menjadi agrowisata dengan kafe. Panen terbatas membuat sistem pre-order diterapkan, dan pengunjung bisa langsung menikmati suasana kebun modern.
Inspirasi juga datang dari Kasiady, pensiunan di Blitar, yang mengelola kebun “Gus Anggur” berisi 150 tanaman. Ia berhasil bangkit dari kegagalan awal berkat bimbingan komunitas hingga konsultan luar negeri.
Sementara di Kalimantan Tengah, Cholil Nur Rahman bersama ASPAI Kobar menggagas “kampung anggur” dengan ratusan kelompok tani yang sudah mulai panen meski baru tahap awal. Di Lampung, Agung Hariatmoko membina 26 kelompok tani dengan target menjadikan Pringsewu sebagai sentra produksi sekaligus agrowisata anggur.
Optimisme kian kuat setelah ASPAI menggandeng PT Biki Makmur Bersama dengan nilai kontrak Rp100 miliar untuk mendistribusikan anggur lokal ke pasar modern. Pemerintah pun mendukung penuh, karena pasar sangat terbuka dan iklim Indonesia memungkinkan panen anggur lebih sering dibanding negara asalnya.
Singkatnya, dari Garut hingga Lampung, sepak terjang para pekebun anggur menunjukkan bahwa buah manis ini bukan lagi sekadar hobi. Anggur tengah menuju panggung besar: dari pekarangan, agrowisata, hingga komoditas nasional yang siap menekan impor dan membuka peluang ekspor.
The post Pasar Besar Anggur Manis appeared first on Trubus.
Indonesia masih mengimpor 95% kebutuhan anggur dengan nilai devisa tembus Rp7 triliun per tahun. Namun, peluang besar mulai ditangkap oleh para pekebun lokal. Salah satunya Pajar Hambali di Garut, yang mengelola kebun agrowisata Garut Grape Garden. Dengan lahan 1.200 m² berisi 150 tanaman produktif, Pajar mampu memanen 200 kg anggur per siklus. Harga jual Rp100.000–Rp150.000/kg
The post Pasar Besar Anggur Manis appeared first on Trubus. Bisnis Trubus