Trubus.id—Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), H. Arum Sabil, menyampaikan pandangan terkait upaya peningkatan produksi tebu nasional. Menurutnya, selain dukungan berupa bantuan dan pendampingan kepada petani, diperlukan perhatian khusus terhadap tata niaga dan mekanisme pembelian gula hasil produksi petani.
“Pada 24—25 juni 2025 yang lalu lelang gula sebanyak 20.500 ton di wilayah Jawa Timur kesulitan mendapatkan pembeli. Tentu ini ironis, saat pemerintah mengharapkan Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap impor, nyata-nyata tidak mudah menjual produk dalam negeri,” ujar Arum.
Arum menjelaskan bahwa situasi tersebut bisa saja dipengaruhi oleh dinamika pasar, termasuk faktor penawaran dan permintaan. Namun, ia juga menyampaikan perlunya perhatian terhadap kemungkinan adanya distribusi gula industri yang tidak sesuai peruntukannya.
Jika hal itu terjadi, dikhawatirkan dapat memengaruhi keseimbangan pasar dan berdampak pada harga gula petani. Ketika musim giling tiba, kondisi pasar yang tidak stabil dapat menyebabkan harga jual menjadi rendah, bahkan tidak menutup biaya produksi, sehingga menyulitkan petani dalam memasarkan hasil panennya
“Sudah seharus pemerintah melakukan pengendalian terhadap tata niaga gula petani. Saya mengharapkan pemerintah hadir melakukan pengendalian harga. Saat harga di tingkat petani di bawah Harga Acuan Pembelian (HAP) maka pemerintah harus hadir melakukan pembelian dengan menugaskan BULOG atau BUMN,” ungkap H. Arum.
Lebih lanjut ia menuturkan, sementara jika harga di atas HAP maka pemerintah bisa melakukan pembelian jika pasar sedang lesu, atau membiarkan petani menjual sendiri ketika tingkat pembelian cukup tinggi.
“Saya juga sangat menyarankan agar petani cukup fokus menanam tebu untuk mendapatkan produksi yang optimal lalu saat memasarkan memberikan penghasilan menarik. Tidak seperti saat ini, ketika produksi melimpah petani kesulitan memasarkan hasil gulanya,” jelas Arum.
Hal senada disampaikan Edy Sukamto, Sekjend DPP APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia ) Jawa Timur. Ia menilai acap kali terjadi pelanggaran distribusi dan tata niaga gula. Ia menduga jenis gula rafinasi dan bit yang seharusnya jalur tertutup dan khusus penggunanya industri makanan dan minuman, tetapi beredar bebas di pasar umum dan tradisional sehingga GKP gula kristal putih tersingkirkan.
“Petani tebu mengharapkan pemerintah melakukan penataan antara lain menerapkan aturan yang membedakan besaran kristal antara rafinasi dan bit lebih lembut di bawah 0.3 mm dan gula GKP di atas 0.7 mm. Perlu penegakan dan penerapan sangsi hukum terhadap pelanggaran peredaran gula yang tidak sesuai peruntukan oleh satgas pangan. Selain itu penerapan kebijakan stabiliasi harga sangat dibutuhkan agar harga pada saat panen cukup memberikan insentif bagi petani untuk tetap melakukan penanaman,” jelas Edy.
The post Penguatan Tata Niaga Gula Petani dan Stabilitas Harga appeared first on Trubus.
Trubus.id—Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), H. Arum Sabil, menyampaikan pandangan terkait upaya peningkatan produksi tebu nasional. Menurutnya, selain dukungan berupa bantuan dan pendampingan kepada petani, diperlukan perhatian khusus terhadap tata niaga dan mekanisme pembelian gula hasil produksi petani. “Pada 24—25 juni 2025 yang lalu lelang gula sebanyak 20.500 ton di wilayah Jawa
The post Penguatan Tata Niaga Gula Petani dan Stabilitas Harga appeared first on Trubus. Berita, gula, pasar gula, tata niaga gula, tebu Trubus